Aku tak bernama, terserah mau kau panggil apa. Tapi lebih baik jangan kau ributkan perkara nama ini. Ada persoalan lebih berat yang harus kau ributkan. Sebut saja perkara perutmu dan dasimu. Perutmu benar-benar sudah buncit dan sangat menjijikan dilihat dari atas pohon beringin raksasa ini, merusak nafsu tertawaku saja. Lihat dasimu, putih seputih kemeja keseharianmu, tetapi setiap hari kau membiarkan dasi putih itu dengan konyolnya terkena polusi sekitar. Aku lihat dasimu dipenuhi noda-noda hitam, kelakuan konyolmu. Masih lagi, soalan-soalan menjijikan ini belum rampung, bisa-bisanya kamu tertawa-tawa sambil memakan setumpuk kue coklat busuk yang akan membuat perutmu semakin buncit.
Dari atas dahan pohon ini, aku duduk, melihatmu memelototi berita di teve, tentang dirimu sendiri. Aku meringkik ngeri. Kamu tertawa, memakan setumpuk kue coklat, melap noda di bibirmu dengan dasi kotormu, dan memandangi kelakuanmu sendiri tanpa rasa malu. Dasar tuan perut buncit tak tahu malu. Aku terkaget ada tikus mencicit di pojokan jendelamu. Tapi suara cicitanmu lebih mengagetkanku, aku tertawa, lihat betapa terpesonanya kamu melihat anakmu sendiri di teve melawanmu dengan ikut berjejalan di antara pendemonstrasi. Bahkan buah hatimu yang kamu harapkan menjadi seperti apa kamu sekarang, menyatakan dengan lantang, bahwa kamu terlalu buncit dengan dasi putih yang semakin dipenuhi bercak noda. Kue coklat terjatuh dari tanganmu. Tikus di pojokan jendela mencicit, kaget melihat belatung berhamburan dari kue coklat yang seharusnya berbau harum itu. Sang tikus pun lari ketakutan. Kau menunjuk teve dengan telunjuk kananmu, tangan kirimu memegangi kemeja tepat di jantungmu. Kau limbung, dan teve itu beserta satu set sofa dan meja kayu ukir di ruang itu berhamburan menjadi belatung, serta uang jajan anakmu yang dengan berani tidak ia kantongi telah menjadi belatung.
Aku terkekeh tak hentinya melihat apa yang terjadi padamu di ruang dudukmu. Semuanya berhamburan menggerogoti seluruh dinding-dinding rumahmu. Anakmu pasti akan terpana melihat fakta besar di matanya: ayahnya memang super buncit dengan dasi kotor dan kursi yang digerogoti belatung. Dia akan bertepuk tangan riang karena demonstrasi di siang terik tadi bukanlah kesia-siaan belaka. Tuhan Maha Tahu, hei Tuan Berperut Buncit Dengan Dasi Kotor.
“Your children never need a corrupt person walk naked in the home”, aku menemukan satu ini di catatan seseorang, bukan suatu yang penting. Urus saja dirimu, jangan kau tiru si Tuan Berperut Buncit yang menjijikan itu, hei anak muda. Sudah bukan jamannya kita melanjutkan tradisi mereka. Aku terkekeh dari atas pohon ini, memandangi kalian. Sudah bubar semuanya, cerita ini sudah tamat. Titik.
0 komentar:
Posting Komentar