Eliza menjatuhkan tubuh mungilnya di sofa depan televisi. Ia meraih remote kecil berwarna putih, mengarahkannya pada AC yang bertengger di dinding belakangnya. Bip, dan AC menyala. Kepalanya pusing, bukan hanya karena cuaca yang semakin panas, tapi kepalanya memang sudah lama terpanggang hingga terasa pusing.
“Tulililiiit…” dengan malas ia merogoh-rogoh tas tangannya.
“Halo,” serunya pada ponsel hitam yang telah usang, “Nella?”
“Hai, Za.” Jawab suara dari seberang sana, “mau curhat.”
“Oh, oke.” Sahut Eliza sambil menyalakan televisi.
“Gue putus.” Terdengar suara putus asa dari ponsel Eliza.
“Kenapa?” tanya Eliza tercekat.
“Ode selingkuh.” Eliza semakin tercekat.
“Bagaimana elo tahu, Nel?” suaranya terdengar bergetar.
“Gue tahu aja. Dan elo tahu engga, gue hamil. Anak Ode.” Mata Eliza membundar dengan mulut menganga. Tangannya bergetar hebat.
“Nel, elo lagi engga becanda kan?” keringat dingin mulai membanjiri pelipisnya.
“Engga, za,” jawab Nella cepat, “dan gue mau mengakhiri ini semua.” Dengan tangan yang masih bergetar, Eliza mengganti saluran televisi. Sebuah berita. Heboh. Seorang perempuan muda melakukan percobaan bunuh diri dari atap gedung berlantai tiga belas. Itu tagline nya.
“Nel, maksud elo? Jangan main-main Nella.” Seru Eliza, kebingungan.
“Gue udah engga ada gunanya hidup. Bye, Liza.” Terdengar bunyi tuuut dari seberang sana, berbarengan dengan jeritan heboh dari siaran berita di dalam televisi.
Eliza tercengang. Ponsel di tangannya terjatuh. Duduknya merosot. Keringat dingin membanjir di seluruh tubuh. Airmata menetes di sudut matanya.
Perempuan muda yang jatuh dari gedung itu, Nella, sahabatnya yang baru saja meneleponnya. Kepala Eliza serasa semakin pusing.
“Eliza!” terdengar seseorang memasuki ruangan itu, “Sayang…, apa? Hei, ada apa?” seorang lelaki menghampirinya.
“Nella…,” dengan setengah mendekap mulutnya, Eliza mencoba menerangkan, kata-katanya terbata-bata, “Ode.., gue salah…. Salah. Kita berdua udah salah….” Eliza tak hentinya mengerjapkan mata, menahan tangis, tapi kepalanya semakin pusing, biar gue mati juga! (292 words. 14/04/2010)